KESUSASTRAAN
ZAMAN ISLAM, CERITA BERBINGKAI DAN SASTRA SEJARAH
11.1.
Pendahuluan
Pada bab
ini akan dibahas tentang kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai,
dan sastra sejarah. Pada kesusastraan zaman Islam akan dijelaskan mengenai
sejarah sastra Islam di Indonesia dan bentuk-bentuk karya yang berkembang pada
zaman tersebut. Pada bagian cerita berbingkai akan dijelaskan perkembang cerita
berbingkai dalam kesusastraan rakyat Indonesia serta contohnya, sedangkan pada
sastra sejarah akan dijelaskan mengenai sastra sejarah yang berkembang melalui
kesusastraan rakyat.
Bab ini perlu
dipahami mengingat bahwa mahasiswa memerlukan pemahaman tentang kesusastraan
rakyat yang berkembang pada zaman Islam dan bentuk-bentuknya, cerita berbingkai
yang hidup dalam khasanah kesusastraan Indonesia, serta sastra sejarah dalam
rangka melihat sejarah folk dan lore suatu kolektif masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam bab sebelas
ini akan dikemukakan berikut ini. Pertama, mahasiswa mampu menjelaskan kesusastraan
zaman Islam dan bentuk-bentuknya. Kedua, mahasiswa mampu menjelaskan tentang
cerita berbingkai dan perkembangaannya. Ketiga, mahasiswa mampu menjelaskan
tentang perkembangan sastra sejarah dalam kesusastraan rakyat.
11.2. Materi
Materi
ini berdasarkan buku Fang halaman 234-508.
11.2.1. Kesusastraan
zaman Islam
Proses
awal masuknya Islam ke Indonesia memang belum dapat dipastikan secara tepat
mana teori yang benar-benar mengemukakan tentang penyebaran Islam di Indonesia
untuk pertama kali. Beberapa teori yang menjabarkan proses masuknya Islam di
Indonesia antara lain adalah:
1.
Teori Persia yang
dikemukakan oleh P. A. Husein Djajadiningrat. Alasannya adalah karena adanya
kesamaan antara kebudayaan Nusantara dengan Persia.
2. Teori Gujarat yang dikemukakan oleh W. F.
Stutterheim. Pendapat ini sesuai dengan bukti yang ditemukan yaitu nisan Sultan
Malik Al Saleh yang memilki kesamaan dengan nisan di Gujarat (India) sehingga
diperkirakan telah ada hubungan antara Gujarat dengan Samudra Pasai.
3. Teori Arab yang dikemukakan oleh Hamka. Alasan
pendapatnya adalah masyarakat Nusantara pada mulanya masuk Islam dan menganut
mazhab Syafi’i yang merupakan mazhab yang sangat terkenal di Arab. Selain itu,
di Sumatra telah ada perkampungan orang Arab.
4. M.
C. Ricklefs dari Australian National
University menyebutkan 2 proses masuknya Islam ke nusantara yaitu :
a. Penduduk
pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya.
b. Orang-orang asing (Arab, India, Cina) yang telah
memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, kawin
dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga
mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu, atau suku lainnya.
5.
Teori lain seputar masuknya Islam dari Timur Tengah ke nusantara diajukan Supartono
Widyosiswoyo. Menurutnya, penetrasi tersebut dapat digolongkan menjadi 3
golongan yaitu :
a. Jalur Utara adalah
proses masuknya Islam dari Persia dan Mesopotamia. Dari sana, Islam beranjak ke
timur lewat jalur darat Afganistan, Pakistan, Gujarat, lalu menempuh jalur laut
menuju Indonesia. Lewat Jalur Utara ini, Islam tampil dalam bentuk barunya
yaitu aliran Tasawuf. Dalam aliran ini, Islam dikombinasikan dengan penguatan
pengalaman personal dalam pendekatan diri terhadap Tuhan. Aliran inilah yang
secara cepat masuk dan melakukan penetrasi penganut baru Islam di nusantara.
Aceh merupakah salah satu basis persebaran Islam pada Jalur Utara ini.
b. Jalur Tengah adalah proses
masuknya Islam dari bagian barat lembah Sungai Yordan dan bagian timur
semenanjung Arabia (Hadramaut). Dari sini Islam menyebar dalam bentuknya yang
relatif asli, di antaranya adalah aliran Wahabi. Pengaruh terutama cukup
mengena di wilayah Sumatera Barat. Ini dapat terjadi oleh sebab dari Hadramaut
perjalanan laut dapat langsung sampai ke pantai barat pulau Sumatera.
c. Jalur Selatan pangkalnya
adalah di wilayah Mesir. Saat itu Kairo merupakan pusat penyiaran agama Islam
yang modern dan Indonesia memperoleh pengaruh tertama dalam organisasi
keagamaan yang disebut Muhammadiyah. Kegiatan lewat jalur ini terutama
pendidikan, dakwah, dan penentangan bid’ah.
6. Proses
masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur
Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan
Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori
Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan
waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau
pembawa agama Islam ke Nusantara.
Karya Sastra Pengaruh Islam
Akhir
abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi pengaruh sastra budaya Islam baru nampak. Dalam proses awal internalisasinya dengan sastra Melayu yang memang sebelumnya telah berkembang di Indonesia,
Islam diterima sebagai unsur pendukung yang
memperkaya, mendinamisisasi,
serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup canggih. Maka dalam
perkembangan selanjutnya,
terjadi akulturasi sekaligus integrasi
yang kokoh antara tradisi sastra
Melayu dan Islam, laksana pinang dibelah dua, yakni Islam yang Melayu, dan
sebaliknya Melayu yang Islam, keduanya laksana dua permukaan dari satu mata
uang. Hal ini sangat berbeda
dengan di Jawa. Di Jawa boleh dikatakan lebih dari tiga abad Islam dipandang sebagai agama dan budaya asing
di lingkungan yang sebagian besar menganut
tradisi dan budaya kerajaan
Majapahit yang diperhalus
dan dicanggihkan dengan unsur Hinduisme. Maka sejak awal kedatangannya, Islam
harus disebarkan melalui daerah-daerah pinggiran di sepanjang pesisiran Pulau Jawa yang masyarakat agrarisnya boleh
dikatakan masih buta huruf. Pada
abad 16 Masehi daerah-daerah pedesaan ini mulai berhasil disulap oleh sastra
budaya Islam jadi kerajaan pesisir, seperti Kesultanan Demak, yang merupakan
bukti kesultanan Islam terbesar dan tersohor setelah lengsernya Majapahit.
Makin meningkatnya kebesaran kerajaan Jawa-Hindu
Majapahit ternyata menyadarkan para
cendekiawan dan sastrawan Jawa untuk menyadap ilmu dari sastra Jawa
pesantrenan. Hasil pergulatan (interaksi) Islam dengan sastra budaya Jawa
melahirkan dua bentuk sastra Jawa, yakni sastra Jawa pesantrenan dan sastra
Islam–Kejawen, disamping sastra Arab pesantren. Hanya saja yang paling
kaya-raya adalah sastra Islam-Kejawen, lantaran para pemikir dan sastrawan
kelas satu memang masih didominasi para priyayi Jawa. Contoh sastra Jawa pesantrenan adalah Het
Boek Bonang, gubahan kitab Tuhfah
Musalah ila Ruh al-Nabi,
gubahan kitab Hikam, kitab
Fathurrahman,
dan sebagainya.
Kembali pada arti abad 16 Masehi, yakni abad mulai
munculnya sastra Melayu dan Jawa Islam. Pada abad ini agama Islam mendapat dukungan kekuasaan politik, walaupun
di Jawa kemudian Islam
dimanfaatkan untuk melegalisasi kekuasaan politik para raja Pajang dan Mataram,
tetapi ketika memasuki abad 18 Masehi Islam telah menjadi lambang penyatuan
bagi kerajaan-kerajaan Banten, Cirebon, dan wilayah kesultanan Demak hingga
kesultanan Mataram. Para sastrawan Jawa manamakan berdirinya kesultanan Demak
sebagai peralihan zaman, dari zaman Jawa-Hindu ke zaman Kewalen (zaman Jawa-Islam).
Abad
18 Masehi juga mempunyai
arti yang amat penting bagi sejarah penyebaran Islam di Indonesia, yakni munculnya sastra
Melayu dan sastra Jawa Islam. Adapun sastra Islam-Kejawen adalah unsur-unsur
Islam yang disadap dan dipergunakan untuk memperkaya dan meningkatkan khazanah
warisan sastra Jawa lama (sebelum kedatangan Islam). Pengelola sastra
Islam-Kejawen adalah para sastrawan yang tergolong priyayi Jawa dan
dikembangkan di lingkungan istana kesultanan Jawa-Islam, seperti Mataram,
Cirebon, Banten dan sebagainya. Maka ciri yang menonjol dalam sastra
Islam-Kejawen adalah muatan
politik dan mistiknya yang amat
kental, sebaliknya
muatan-muatan agama atau syariatnya amat kering. Hal ini dapat dimengerti kalau dibaca
dalam kaitannya
dengan suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan para pujangga dan
sastrawan Jawa masa itu. Pengaruh Hinduisme itu yang mengakar dalam adalah di
lingkungan istana kerajaan Jawa, sedang
masyarakat pedesaan tetap hidup dalam religi animisme-dinamisme, sedikit sekali
sentuhan konsep-konsep Hinduismenya (Koentjaraningrat,
Kebudayaan Jawa, hal. 33).
Maka
dapat dimengerti bahwa nilai-nilai dasar Hinduisme yang dapat mengangkat suku
bangsa Jawa untuk mengakhiri atau menutup
zaman prasejarah dan zaman buta aksara mereka. Maka dalam menghadapi zaman baru (zaman Islam), mereka
memilih menyerap dan mengolah unsur-unsur yang dapat memperkokoh dan
meningkatkan nilai-nilai dasar Hinduisme-Kejawen tersebut.
Beberapa contoh akulturasi antara kebudayaan
Hindu-Islam adalah:
a. Hikayat
yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Lukmanul Hakim, dan
lain-lain.
b. Babad
adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk
adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan
Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan
penentuan hari baik atau buruk.
Hikayat Nabi Muhammad
Pengaruh kesusasteraan Islam sangat besar masuk ke
hati rakyat Indonesia. Untuk mengetahui ajaran Islam, orang harus mempelajari
firman-firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Namun untuk
mempermudah penerimaan masyarakat atas kebudayaan ini, maka terjadilah
akulturasi kebudayaan Hindu-Islam, yaitu beberapa cerita yang bercorak Hindu
diubah menjadi Islam.
Sumber hikayat Nabi Muhammad adalah Tarikh Nabi yang
berbahasa Arab kemudian disalin ke dalam bahasa Persi, dan baru masuk ke
Indonesia melalui jalur perdagangan. Sumber lain adalah Hadith, yaitu semua
catatan mengenai kehidupan nabi meliputi apa saja yang diperbuatnya dan juga
apa-apa yang didiamkan oleh nabi (Asdi S. Dipodjojo, 1977:80).
Hikayat-hikayat yang termasuk dalam hikayat Nabi
Muhammad langsung mencerminkan kehidupan nabi, yaitu:
a.
Hikayat Nur Muhammad
b.
Hikayat Nabi Adam
c.
Hikayat Mi’raj Nabi Muhammad
d.
Hikayat Nabi Bercukur
e.
Hikayat Bulan Berbelah
f.
Hikayat Nabi Mengajar Ali
g.
Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah
h.
Hikayat Nabi Wafat
i.
Hikayat Iblis dan Nabi Muhammad
j.
Hikayat Nabi dan Orang Miskin
Hikayat Para Sahabat Nabi
Nabi Muhammad dalam menyiarkan agama Islam dibantu
oleh sahabat-sahabat yang setia, mereka berjuang penuh pengorbanan, gagah
berani dalam setiap medan pertempuran. Misalnya Perang Badar, perang pertama
umat muslim yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan karena prajurit muslim
yang hanya berjumlah 300 orang mampu mengalahkan prajurit kafir Quraisy yang
berjumlah 1000 orang.
Adapun contoh hikayatnya antara lain adalah:
a. Perjuangan
Sahabat terhadap Agama Islam
b. Perang Badar
c. Perang Khandak:
Raja Khandak, ayah Raja Badar, anak Nabi Sulaiman
d. Hikayat Raja Khandak
e. Hikayat Raja
Lahat
f. Hikayat Raja
Khaibar
Hikayat Pahlawan Islam
Hikayat-hikayat
ini meriwayatkan bagaimana keadaan agama Islam pda awal perkembangannya, dan
menggambarkan sifat keberanian dan kegagahan pahlawan perang. Fungsi hikayat
ini adalah untuk mempertinggi semangat keberanian para prajurit.
Hikayat Amir Hamzah merupakan salah satu dari kisah
hikayat yang disebut dalam Sejarah Melayu, semasa pertahanan Malaka dari serangan
Portugis,
hikayat ini dikatakan telah diberikan oleh Sultan Melaka untuk dibacakan bagi menaikkan semangat pahlawan Melayu.
Oleh itu ia jelas menunjukkan kehadirannya sebelum 1511 lagi. Dalam versi
bercetak edisi 1987 terdapat 245,273 perkataan di dalamnya.
Kisah
pada malam sesudah Feringgi melancarkan serangannya yang pertama ke atas
Melaka, seperti yang tersebut di bawah ini.
Maka Sultan Ahmad pun
menghimpunkan orang, dan suruh berhadir senjata. Maka hari pun malamlah, maka
segala hulubalang dan segala anak tuan-tuan semuanya bertunggu dibalai rong.
Maka kata segala anak tuan-tuan itu, Apa kita buat bertunggu dibalai rong
diam-diam sahaja? Baik kita membaca hikayat perang, supaya kita beroleh faedah
daripadanya. Maka kata Tun Muhammad Onta, benar kata tuan-tuan itu, baiklah Tun
Indera Sagara pergi memohonkan Hikayat Muhammad Hanafiah, sembahkan mudah-mudahan dapat patik-patik itu mengambil
faedah daripadanya. Kerana Feringgi akan melanggar esok hari. Maka Tun Indera
Sagara pun masuk mengadap Sultan Ahmad. Maka segala sembah orang itu semuanya
dipersembahkannya kebawah duli Sultan Ahmad. Maka oleh Sultan Ahmad dianugerahi
Hikayat Amir Hamzah, maka titah Sultan Ahmad pada Tun Indera Sagara,
katakan kepada segala anak tuan-tuan itu, hendak pun kita anugerahkan Hikayat
Muhammad Hanafiah, takut tiada akan ada berani segala tuan-tuan itu seperti
Muhammad Amir Hamzah pun padalah maka kita beri Hikayat Hamzah. Maka Tun Indera
Sagara pun keluarlah membawa Hikayat Hamzah, maka segala titah Sultan Ahmad itu
semuanya disampaikannya pada segala anak tuan-tuan itu, maka semuanya diam,
tiada menyahut. Maka kata Tun Isap pada Tun Indera Sagara, persembahkan ke
bawah duli yang dipertuan, seperti Muhammad Hanafiah, patik-patik itu adalah
seperti hulubalang berani. Maka oleh Tun Indera Sagara segala kata Tun Isap itu
semuanya dipersembahkannya kepada Sultan Ahmad, maka baginda pun tersenyum maka
titah Sultan Ahmad, benar katanya itu. Maka dianugerahi pula Hikayat Muhammad
Hanafiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar