Kamis, 16 April 2015

Sastra Islam dan Sastra Sejarah



KESUSASTRAAN ZAMAN ISLAM, CERITA BERBINGKAI DAN SASTRA SEJARAH

11.1. Pendahuluan
Pada bab ini  akan dibahas tentang  kesusastraan zaman Islam, cerita berbingkai, dan sastra sejarah. Pada kesusastraan zaman Islam akan dijelaskan mengenai sejarah sastra Islam di Indonesia dan bentuk-bentuk karya yang berkembang pada zaman tersebut. Pada bagian cerita berbingkai akan dijelaskan perkembang cerita berbingkai dalam kesusastraan rakyat Indonesia serta contohnya, sedangkan pada sastra sejarah akan dijelaskan mengenai sastra sejarah yang berkembang melalui kesusastraan rakyat.
Bab ini perlu dipahami mengingat bahwa mahasiswa memerlukan pemahaman tentang kesusastraan rakyat yang berkembang pada zaman Islam dan bentuk-bentuknya, cerita berbingkai yang hidup dalam khasanah kesusastraan Indonesia, serta sastra sejarah dalam rangka melihat sejarah folk dan lore suatu kolektif masyarakat.
 Tujuan yang hendak dicapai dalam bab sebelas ini akan dikemukakan berikut ini. Pertama, mahasiswa mampu menjelaskan kesusastraan zaman Islam dan bentuk-bentuknya. Kedua, mahasiswa mampu menjelaskan tentang cerita berbingkai dan perkembangaannya. Ketiga, mahasiswa mampu menjelaskan tentang perkembangan sastra sejarah dalam kesusastraan rakyat.

11.2. Materi
Materi ini berdasarkan buku Fang halaman 234-508.
11.2.1. Kesusastraan zaman Islam
Proses awal masuknya Islam ke Indonesia memang belum dapat dipastikan secara tepat mana teori yang benar-benar mengemukakan tentang penyebaran Islam di Indonesia untuk pertama kali. Beberapa teori yang menjabarkan proses masuknya Islam di Indonesia antara lain adalah:
1.      Teori Persia yang dikemukakan oleh P. A. Husein Djajadiningrat. Alasannya adalah karena adanya kesamaan antara kebudayaan Nusantara dengan Persia.
2.       Teori Gujarat yang dikemukakan oleh W. F. Stutterheim. Pendapat ini sesuai dengan bukti yang ditemukan yaitu nisan Sultan Malik Al Saleh yang memilki kesamaan dengan nisan di Gujarat (India) sehingga diperkirakan telah ada hubungan antara Gujarat dengan Samudra Pasai.
3.       Teori Arab yang dikemukakan oleh Hamka. Alasan pendapatnya adalah masyarakat Nusantara pada mulanya masuk Islam dan menganut mazhab Syafi’i yang merupakan mazhab yang sangat terkenal di Arab. Selain itu, di Sumatra telah ada perkampungan orang Arab.
4.       M. C. Ricklefs dari Australian National University menyebutkan 2 proses masuknya Islam ke nusantara yaitu :
a.     Penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya.
b.     Orang-orang asing (Arab, India, Cina) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu, atau suku lainnya.
5.      Teori lain seputar masuknya Islam dari Timur Tengah ke nusantara diajukan Supartono Widyosiswoyo. Menurutnya, penetrasi tersebut dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
a.     Jalur Utara adalah proses masuknya Islam dari Persia dan Mesopotamia. Dari sana, Islam beranjak ke timur lewat jalur darat Afganistan, Pakistan, Gujarat, lalu menempuh jalur laut menuju Indonesia. Lewat Jalur Utara ini, Islam tampil dalam bentuk barunya yaitu aliran Tasawuf. Dalam aliran ini, Islam dikombinasikan dengan penguatan pengalaman personal dalam pendekatan diri terhadap Tuhan. Aliran inilah yang secara cepat masuk dan melakukan penetrasi penganut baru Islam di nusantara. Aceh merupakah salah satu basis persebaran Islam pada Jalur Utara ini.
b.    Jalur Tengah adalah proses masuknya Islam dari bagian barat lembah Sungai Yordan dan bagian timur semenanjung Arabia (Hadramaut). Dari sini Islam menyebar dalam bentuknya yang relatif asli, di antaranya adalah aliran Wahabi. Pengaruh terutama cukup mengena di wilayah Sumatera Barat. Ini dapat terjadi oleh sebab dari Hadramaut perjalanan laut dapat langsung sampai ke pantai barat pulau Sumatera.
c.    Jalur Selatan pangkalnya adalah di wilayah Mesir. Saat itu Kairo merupakan pusat penyiaran agama Islam yang modern dan Indonesia memperoleh pengaruh tertama dalam organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah. Kegiatan lewat jalur ini terutama pendidikan, dakwah, dan penentangan bid’ah.
6.    Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.

Karya Sastra Pengaruh Islam
Akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi pengaruh sastra budaya Islam baru nampak. Dalam proses awal internalisasinya dengan sastra Melayu yang memang sebelumnya telah berkembang di Indonesia, Islam diterima sebagai unsur pendukung yang memperkaya, mendinamisisasi, serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup canggih. Maka dalam perkembangan selanjutnya, terjadi akulturasi sekaligus integrasi yang kokoh antara tradisi sastra Melayu dan Islam, laksana pinang dibelah dua, yakni Islam yang Melayu, dan sebaliknya Melayu yang Islam, keduanya laksana dua permukaan dari satu mata uang. Hal ini sangat berbeda dengan di Jawa. Di Jawa boleh dikatakan lebih dari tiga abad Islam dipandang sebagai agama dan budaya asing di lingkungan yang sebagian besar menganut tradisi dan budaya kerajaan Majapahit yang diperhalus dan dicanggihkan dengan unsur Hinduisme. Maka sejak awal kedatangannya, Islam harus disebarkan melalui daerah-daerah pinggiran di sepanjang pesisiran Pulau Jawa yang masyarakat agrarisnya boleh dikatakan masih buta huruf. Pada abad 16 Masehi daerah-daerah pedesaan ini mulai berhasil disulap oleh sastra budaya Islam jadi kerajaan pesisir, seperti Kesultanan Demak, yang merupakan bukti kesultanan Islam terbesar dan tersohor setelah lengsernya Majapahit.
Makin meningkatnya kebesaran kerajaan Jawa-Hindu Majapahit ternyata menyadarkan  para cendekiawan dan sastrawan Jawa untuk menyadap ilmu dari sastra Jawa pesantrenan. Hasil pergulatan (interaksi) Islam dengan sastra budaya Jawa melahirkan dua bentuk sastra Jawa, yakni sastra Jawa pesantrenan dan sastra Islam–Kejawen, disamping sastra Arab pesantren. Hanya saja yang paling kaya-raya adalah sastra Islam-Kejawen, lantaran para pemikir dan sastrawan kelas satu memang masih didominasi para priyayi Jawa. Contoh sastra Jawa pesantrenan adalah Het Boek Bonang, gubahan kitab Tuhfah Musalah ila Ruh al-Nabi, gubahan kitab Hikam, kitab Fathurrahman, dan sebagainya.
Kembali pada arti abad 16 Masehi, yakni abad mulai munculnya sastra Melayu dan Jawa Islam. Pada abad ini agama Islam mendapat dukungan kekuasaan politik, walaupun di Jawa kemudian Islam dimanfaatkan untuk melegalisasi kekuasaan politik para raja Pajang dan Mataram, tetapi ketika memasuki abad 18 Masehi Islam telah menjadi lambang penyatuan bagi kerajaan-kerajaan Banten, Cirebon, dan wilayah kesultanan Demak hingga kesultanan Mataram. Para sastrawan Jawa manamakan berdirinya kesultanan Demak sebagai peralihan zaman, dari zaman Jawa-Hindu ke zaman Kewalen (zaman Jawa-Islam).
Abad 18 Masehi juga mempunyai arti yang amat penting bagi sejarah penyebaran Islam di Indonesia, yakni munculnya sastra Melayu dan sastra Jawa Islam. Adapun sastra Islam-Kejawen adalah unsur-unsur Islam yang disadap dan dipergunakan untuk memperkaya dan meningkatkan khazanah warisan sastra Jawa lama (sebelum kedatangan Islam). Pengelola sastra Islam-Kejawen adalah para sastrawan yang tergolong priyayi Jawa dan dikembangkan di lingkungan istana kesultanan Jawa-Islam, seperti Mataram, Cirebon, Banten dan sebagainya. Maka ciri yang menonjol dalam sastra Islam-Kejawen adalah muatan politik dan mistiknya yang amat kental, sebaliknya muatan-muatan agama atau syariatnya amat kering. Hal ini dapat dimengerti kalau dibaca dalam kaitannya dengan suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan para pujangga dan sastrawan Jawa masa itu. Pengaruh Hinduisme itu yang mengakar dalam adalah di lingkungan istana kerajaan Jawa, sedang masyarakat pedesaan tetap hidup dalam religi animisme-dinamisme, sedikit sekali sentuhan konsep-konsep Hinduismenya (Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, hal. 33).
Maka dapat dimengerti bahwa nilai-nilai dasar Hinduisme yang dapat mengangkat suku bangsa Jawa untuk mengakhiri atau menutup zaman prasejarah dan zaman buta aksara mereka. Maka dalam menghadapi zaman baru (zaman Islam), mereka memilih menyerap dan mengolah unsur-unsur yang dapat memperkokoh dan meningkatkan nilai-nilai dasar Hinduisme-Kejawen tersebut.
Beberapa contoh akulturasi antara kebudayaan Hindu-Islam adalah:
a.     Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Lukmanul Hakim, dan lain-lain.
b.     Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.     Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.     Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik atau buruk.

Hikayat Nabi Muhammad
Pengaruh kesusasteraan Islam sangat besar masuk ke hati rakyat Indonesia. Untuk mengetahui ajaran Islam, orang harus mempelajari firman-firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Namun untuk mempermudah penerimaan masyarakat atas kebudayaan ini, maka terjadilah akulturasi kebudayaan Hindu-Islam, yaitu beberapa cerita yang bercorak Hindu diubah menjadi Islam.
Sumber hikayat Nabi Muhammad adalah Tarikh Nabi yang berbahasa Arab kemudian disalin ke dalam bahasa Persi, dan baru masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Sumber lain adalah Hadith, yaitu semua catatan mengenai kehidupan nabi meliputi apa saja yang diperbuatnya dan juga apa-apa yang didiamkan oleh nabi (Asdi S. Dipodjojo, 1977:80).
Hikayat-hikayat yang termasuk dalam hikayat Nabi Muhammad langsung mencerminkan kehidupan nabi, yaitu:
a.      Hikayat Nur Muhammad
b.      Hikayat Nabi Adam
c.       Hikayat Mi’raj Nabi Muhammad
d.      Hikayat Nabi Bercukur
e.       Hikayat Bulan Berbelah
f.       Hikayat Nabi Mengajar Ali
g.      Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah
h.      Hikayat Nabi Wafat
i.        Hikayat Iblis dan Nabi Muhammad
j.        Hikayat Nabi dan Orang Miskin

Hikayat Para Sahabat Nabi
Nabi Muhammad dalam menyiarkan agama Islam dibantu oleh sahabat-sahabat yang setia, mereka berjuang penuh pengorbanan, gagah berani dalam setiap medan pertempuran. Misalnya Perang Badar, perang pertama umat muslim yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan karena prajurit muslim yang hanya berjumlah 300 orang mampu mengalahkan prajurit kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang.
Adapun contoh hikayatnya antara lain adalah:
a.       Perjuangan Sahabat terhadap Agama Islam
b.      Perang Badar
c.       Perang Khandak: Raja Khandak, ayah Raja Badar, anak Nabi Sulaiman
d.      Hikayat Raja Khandak
e.       Hikayat Raja Lahat
f.       Hikayat Raja Khaibar

Hikayat Pahlawan Islam
Hikayat-hikayat ini meriwayatkan bagaimana keadaan agama Islam pda awal perkembangannya, dan menggambarkan sifat keberanian dan kegagahan pahlawan perang. Fungsi hikayat ini adalah untuk mempertinggi semangat keberanian para prajurit.
Hikayat Amir Hamzah merupakan salah satu dari kisah hikayat yang disebut dalam Sejarah Melayu, semasa pertahanan Malaka dari serangan Portugis, hikayat ini dikatakan telah diberikan oleh Sultan Melaka untuk dibacakan bagi menaikkan semangat pahlawan Melayu. Oleh itu ia jelas menunjukkan kehadirannya sebelum 1511 lagi. Dalam versi bercetak edisi 1987 terdapat 245,273 perkataan di dalamnya.
Kisah pada malam sesudah Feringgi melancarkan serangannya yang pertama ke atas Melaka, seperti yang tersebut di bawah ini.
Maka Sultan Ahmad pun menghimpunkan orang, dan suruh berhadir senjata. Maka hari pun malamlah, maka segala hulubalang dan segala anak tuan-tuan semuanya bertunggu dibalai rong. Maka kata segala anak tuan-tuan itu, Apa kita buat bertunggu dibalai rong diam-diam sahaja? Baik kita membaca hikayat perang, supaya kita beroleh faedah daripadanya. Maka kata Tun Muhammad Onta, benar kata tuan-tuan itu, baiklah Tun Indera Sagara pergi memohonkan Hikayat Muhammad Hanafiah, sembahkan mudah-mudahan dapat patik-patik itu mengambil faedah daripadanya. Kerana Feringgi akan melanggar esok hari. Maka Tun Indera Sagara pun masuk mengadap Sultan Ahmad. Maka segala sembah orang itu semuanya dipersembahkannya kebawah duli Sultan Ahmad. Maka oleh Sultan Ahmad dianugerahi Hikayat Amir Hamzah, maka titah Sultan Ahmad pada Tun Indera Sagara, katakan kepada segala anak tuan-tuan itu, hendak pun kita anugerahkan Hikayat Muhammad Hanafiah, takut tiada akan ada berani segala tuan-tuan itu seperti Muhammad Amir Hamzah pun padalah maka kita beri Hikayat Hamzah. Maka Tun Indera Sagara pun keluarlah membawa Hikayat Hamzah, maka segala titah Sultan Ahmad itu semuanya disampaikannya pada segala anak tuan-tuan itu, maka semuanya diam, tiada menyahut. Maka kata Tun Isap pada Tun Indera Sagara, persembahkan ke bawah duli yang dipertuan, seperti Muhammad Hanafiah, patik-patik itu adalah seperti hulubalang berani. Maka oleh Tun Indera Sagara segala kata Tun Isap itu semuanya dipersembahkannya kepada Sultan Ahmad, maka baginda pun tersenyum maka titah Sultan Ahmad, benar katanya itu. Maka dianugerahi pula Hikayat Muhammad Hanafiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar