CERITA
PANJI JAWA DAN HIKAYAT ZAMAN PERALIHAN
10.1 Pendahuluan
Pada bab
ini akan dibahas tentang cerita Panji Jawa dan Hikayat Zaman Peralihan.
Pada cerita panji akan dijelaskan secara singkat tentang sejarah dan pengaruh
cerita panji dalam kesusastraan rakyat, sedangkan pada hikayat zaman peralihan
akan dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan zaman peralihan dan
kesusastraan rakyat yang berkembang pada saat itu.
Bab ini perlu
dipahami mengingat bahwa mahasiswa memerlukan pemahaman awal tentang kesusastraan
rakyat yang berkembang pada zaman peralihan dan cerita panji yang sangat
digemari masyarakat Jawa dan Bali. Selain itu, bab ini juga akan membuka
wawasan mahasiswa tentang kesusastraan rakyat zaman peralihan yang ada di
Minangkabau dengan melakukan penelitian folklor di lapangan.
Tujuan yang
hendak dicapai dalam bab sepuluh ini akan dikemukakan berikut ini. Pertama,
siswa mampu menjelaskan cerita panji jawa serta pengaruhnya dalam kesusastraan
rakyat. Kedua, mahasiswa mampu menjelaskan hikayat zaman peralihan dan
kesusastraan rakyat yang berkembang pada saat itu.
10.2 Materi
Materi
bab ini merujuk pada buku Fang halaman 142-233
10.2.1. Cerita
Panji Jawa
Cerita Panji adalah
hasil sastra Jawa yang sangat digemari oleh orang Indonesia, terutama orang
Jawa dan Bali. Orang Melayu juga sangat menyukai cerita Panji. Naskah-naskah
cerita Panji tersimpan di berbagai perpustakaan di London, Leiden, Jakarta dan
Kuala Lumpur. Kepopuleran cerita Panji mungkin karena sifatnya yang menyerupai
cerita pelipur lara yang menceritakan kisah pengembaran dan peperangan. Satu
hal yang tidak terdapat dalam cerita pelipur lara ialah kisah percintaan yang
erotis serta cerita punakawanan yang lucu, kadang-kadang lucah.
Dr. W. H. Rassers
(dalam Fang, 2011 : 142-146) dalam
disertasinya berjudul De Pandji Roman menguraikan
dengan panjang asal-usul cerita Panji. Menurutnya, cerita Panji mungkin berasal
dari mitos bulan dan matahari seperti yang masih dibaca dalam cerita Kalangi
dan Manimporok ini diceritakan bahwa Kalangi dan Manimporok adalah dua orang
dewa yang bersahabat baik. Pada suatu hari, Manimporok mengunjungi sahabatnya
Kalangi yang kebetulan tidak ada di rumah. Kalongkopan, istrinya Kalangi,
dilarikannya. Kalangi sangat sedih dan mulai membuat sebuah patung yang dengan
perlahan-lahan kian menyerupai istrinya yang menghilang itu. Akhirnya patung
itu mempunyai nyawa dan menjadi istri Kalangi. Rassers menerangkan, Kalangi
adalah lambang bulan yang membesar, Manimporok adalah bulan susut, sedangkan
Kalongkopan adalah bulan purnama.
Selanjutnya Rassers
menjelaskan bahwa mitos bulan dan matahari itu membayangkan susunan struktur
masyarakat zaman purba. Pada masa itu, masyarakat Jawa terbagi dua golongan dan
diceritakan dan kelakuan nenek moyang kedua golongan ini. pengalaman yang
dialami oleh wira dan wirawati bukanlah pengalaman biasa, melainkan inisiasi
(upacara) yang dijalani sebelum mereka kawin. Dalam perkawinan, kedua golongan
ini bersifat eksogom, artinya kedua golongan ini mestilah mencari istri di luar
golongan sendiri. mereka bekerjasaa dab disamping itu, mereka juga bersaing.
Kedua golongan ini dibagi pula atas dua subgolongan, sehingga terjadi pembagian
empat kelompok dalam masyarakat. keempat kelompok ini masing-masing juga
didentifikasi dengan satu jenis binatang atau tumbuh-tumbuhan yang merupakan
bagian totemisme. Berhubungan dengan totemisme ini, upacara inisiasi diadakan
bagi calon yang hendak menjadi anggota dari salah satu kelompok menurut
kelahirannya.
Contoh cerita panji melayu yang terkenal : hikayat galuh
digantung, hikayat cekel wenang pati, hikayat Panji kuda semirang, hikayat misa
taman jayeng kusuma, hikayat dewa asmara jaya, hikayat undakan penurat, dan
cerita panji Jawa.
10.2.2. Hikayat
Zaman Peralihan
Yang dimaksud zaman peralihan dalam kesusastraan
Melayu adalah masa-masa perkembangan antara kesusastraan Melayu dan
kesusastraan Indonesia. Kesusastraan pada masa
ini disebut kesusastraan peralihan karena adanya gejala-gejala masa peralihan,
antara sastra lama dan sastra baru yang mendapat pengaruh dari Barat.
Kesusastraan zaman ini dipelopori oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Kesusastraan zaman ini tidak berkembang karena Abdullah tidak memiliki seorang
pun pengikut sehingga dapat dikatakan bahwa kesusastraan zaman ini adalah
kesusastraan Abdullah semata.
Ciri-ciri zaman peralihan yaitu :
1. Hikayat masa peralihan mempunyai motif-motif cerita
India. Motif-motif tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tokoh Peristiwa
Tokoh-tokoh
peristiwa biasanya seorang dewi, bidadari, yang turun ke dunia untuk menjadi
anak raja. Kelahiran
tokoh Tokoh utama biasanya lahir secara ajaib, disertai gejala alam luar biasa,
lahir bersama senjata sakti. Tuah Anak raja biasanya membawa tuah yang
menjadikan negeri makmur, aman sentausa. Petualangan setelah mengalami masa
damai bersama orang tuanya, tokoh utama biasanya melakukan petualangan yang
luar biasa dan memperoleh hikmat-hikmat yang luar biasa pula. Akhir cerita
Cerita diakhiri dengan tokoh utama yang berbahagia bersama istri-istrinya.
2. Muncul unsur-unsur Islam.
Dalam hikayat peralihan, unsur-unsur Islam
dimunculkan.Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Penyebutan nama
Tuhan mula-mula disebut dengan nama Hindu seperti dewata.
Mulia Raya lalu menjadi nama Islam seperti Raja Syah
Alam atau Allah Subhana wa Ta’ala.
b.
Penggantian
judul. Dalam hal
judul, sastra peralihan sering memiliki dua judul, yakni judul yang terpengaruh
Hindu dan judul yang terpengaruh Islam. Contoh hikayat yang memiliki dua judul
tersebut antara lain:
1.
Hikayat Marakarma Hikayat Si Miskin
2.
Hikayat Indrajaya/ Hikayat Bikramajaya Hikayat Syah Mardan
3.
Hikayat Serangga Bayu Hikayat Ahmad Muhammad
c. Dimunculkan percakapan mengenai agama Islam oleh tokoh
tertentu. Misalnya: (1)
Inderajaya bertanya jawab tentang agama Islam dengan istrinya, dan
(2) Lukman Hakim muncul menerangkan perbedaan antara
sembahyang dan salat, arti syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat.
3. Ceritanya masih ada unsur masa
lampau tapi sudah ditulis siapa nama pengarangnya,
berbeda dengan karya sastra sebelumnya yang belum
dicantumkan nama pengarangnya.
Beberapa sastrawan beserta karya-karyanya pada masa sastra peralihan :
1.
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi
Karya-karyanya
antara lain :
a. Hikayat Abdullah.
b. Sejarah
Melayu : Buku ini
diterbitkannya pada tahun 1831 berdasarkan naskah Sejarah Melayu susunan Tun Muhammad/Tun Seri Lanang tahun 1612.
c.
Hikayat Panja Tanderan : Hikayat Panja Tanderan,
atau kadangkala dieja sebagai Hikayat Panca
Tanderan, adalah sebuah hikayat dalam bahasa Melayu yang disadur oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi dari Pancatantra yang berbahasa Hindu dengan bantuan dari sahabatnya
yang berkebangsaan India bernama Tambi Matu Virabattar
d. Syair Singapura dimakan Api :
Singapura dimakan api adalah
syair
karangan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Pertama kali syair ini diterbitkan sekaligus dalam Latin
dan Jawi
tahun 1843, sedangkan edisi cetakan batu diterbitkan tahun 1849. Dalam syair
ini Abdullah menceritakan kebakaran dahsyat yang melanda Singapura pada tahun
1830. Dalam syair ini Abdullah melaporkan peristiwa kebakaran ini dengan cukup
terperinci. Karena menceritakan peristiwa aktual melalui syair ini, Abdullah juga
disebut sebagai wartawan Melayu pertama.
e. Kisah pelayaran Abdullah dari Singapura ke Kelantan
: Kisah Pelayaran Abdullah dari
Singapura ke Kelantan ialah sebuah karya sastra Melayu oleh Abdullah Abdul
Kadir Munshi, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1838 di Singapura,
dan dianggap sebagai teks sastra Melayu pertama yang diterbitkan secara
komersil. Karya ini menceritakan pelayaran Abdullah dari Singapura
ke Kelantan dengan temannya, Grandpre dan Baba Ko An untuk
menyerahkan surat dari Sir George Bonham, GabenorNegeri-Negeri Selat untuk Sultan Kelantan. Tulisannya merangkum pengalamannya ketika singgah di
Pahang dan Terengganu serta apa yang dialami beliau di Kelantan. Karya ini juga
mengandung nasihat-nasihat yang diberikannya kepada Raja-Raja Melayu.
f. Kisah
Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah : Gubahan ini belum diterbitkan karena baru dua puluh
halaman saja dikerjakannya. Abdullah tidak dapat menyelesasikannya karena
secara mendadak ia meninggal dalam perjalanan dari Jeddah ke Mekah ketika
hendak menunaikan ibadah haji dalam tahun 1854.
2. Raja Ali Haji
Cuplikan dari
salah satu Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji
:
Gurindam
pasal pertama
Barang
siapa mengenal dunia
tahulah
ia barang yang terperdaya
Barang
siapa mengenal akhirat
Tahulah
ia dunia mudarat
Kurang
fikir, kurang siasat
Tinta
dirimu kelah tersesat
Fikir
dahulu sebelum berkata
Supaya
terlelah selang sengketa
Kalau
mulut tajam dan kasar
Boleh
ditimpa bahaya besar
Jika
ilmu tiada sempurna
Tiada
berapa ia berguna.
3. Siti Suleha
Cuplikan
Syair Abdul Muluk karya Siti Suleha
Berhentilah kisah raja Hindustan
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamid Syah paduka sultan
Duduklah Baginda bersuka-sukaan
Abdul Muluk putra baginda
Besarlah sudah bangsawan muda
Cantik menjelis usulnya syahda
Tiga belas tahun umurnya
Parasnya elok amat sempurna
Petah menjelis bijak laksana
Memberi hati bimbang gulana
Kasih
padanya mulia dan hina.
10.3 Ringkasan
Cerita Panji
adalah hasil sastra Jawa yang sangat digemari oleh orang Indonesia, terutama
orang Jawa dan Bali. Orang Melayu juga sangat menyukai cerita Panji.
Naskah-naskah cerita Panji tersimpan di berbagai perpustakaan di London,
Leiden, Jakarta dan Kuala Lumpur. Kepopuleran cerita Panji mungkin karena
sifatnya yang menyerupai cerita pelipur lara yang menceritakan kisah
pengembaran dan peperangan.
Yang dimaksud zaman peralihan dalam kesusastraan
Melayu adalah masa-masa perkembangan antara kesusastraan Melayu dan
kesusastraan Indonesia. Kesusastraan pada masa
ini disebut kesusastraan peralihan karena adanya gejala-gejala masa peralihan,
antara sastra lama dan sastra baru yang mendapat pengaruh dari Barat.
Kesusastraan zaman ini dipelopori oleh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Kesusastraan zaman ini tidak berkembang karena Abdullah tidak memiliki seorang
pun pengikut sehingga dapat dikatakan bahwa kesusastraan zaman ini adalah
kesusastraan Abdullah semata.
Ciri-ciri zaman peralihan yaitu :
Hikayat masa peralihan mempunyai motif-motif cerita
India, muncul
unsur-unsur Islam, dan ceritanya masih ada unsur masa lampau tapi sudah ditulis siapa nama
pengarangnya, berbeda
dengan karya sastra sebelumnya yang belum dicantumkan nama pengarangnya.
10.4 Evaluasi
1. Analisislah
cerita Panji Jawa, kemudian tentukan folk dan lore masyarakat pada masa
berkembangnya cerita tersebut.
2. Jelaskan
tentang kesusastraan rakyat zaman peralihan dan berserta contoh karyanya.
3. Carilah
informasi folklor zaman peralihan yang ada di Minangkabau.
10.5 Bacaan Anjuran
Untuk menambah wawasan anda tentang
materi bab ini, sebaiknya baca materi pada buku :
Bab
3 dan 4, halaman 142-223
Fang,
Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
10.6Daftar Rujukan
Amir,
Adriyetti. Zuriati dan Khairil Anwar. 2006. Pemetaan
Sastra Lisan Minangkabau. Padang : Andalas University Press.
Amir,
Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta
: Andi Yogyakarta.
Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah. 2011. Penggolongan Sastra Lama Berdasarkan Pengaruh Budaya. http://www.balaibahasajateng. web.id/index.php/read /home/infosa stra_ deta il/19/Penggolongan-Sastra -Indonesia-Lama-Berdasarkan-Pengaruh-Budaya. diakses pada
23 Maret 2015, pukul 20.00 WIB.
Danandjaya,
James. 1991. Folklor Indonesia : Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta ; Pustaka Utama Grafiti.
Djamaris,
Edwar. 1993. Menggali Khazanah SASTRA
MELAYU KLASIK (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Balai Pustaka.
Fang,
Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Hutomo,
Suripan Sadi. 1991. MUTIARA YANG
TERLUPAKAN : Pengantar Studi Sastra Lisan. Jawa Timur : Penerbit HISKI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar