PENGGOLONGAN
SASTRA NUSANTARA
CERITA
BINATANG DAN PELIPUR LARA
8.1. Pendahuluan
Pada bab
ini akan dibahas tentang sastra nusantara dan penggolongannya,
sehingga mahasiswa bisa mengetahui bentuk-bentuk sastra nusantara berdasarkan
pengaruh. Pada bab ini akan dibahas tentang cerita binatang dan pelipur lara
yang berkembang di Indonesia. Hal ini akan membuat mahasiswa mengetahui tentang
cerita binatang dan pelipur lara yang ada di Indonesia, dan kemudian mahasiswa
bisa menjadikan bahan untuk penelitian lapangan.
Bab ini perlu
dipahami mengingat bahwa mahasiswa memerlukan pemahaman awal tentang hakikat
sastra nusantara dan penggolongannya, serta bentuk-bentuk cerita binatang dan
pelipur lara yang berkembang di Indonesia.
Tujuan yang
hendak dicapai dalam bab delapan ini akan dikemukakan berikut ini. Pertama,
siswa mampu menjelaskan hakikat sastra nusantara dan penggolongannya. Kedua,
mahasiswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk sastra nusantara berdasarkan
pengaruh. serta ketiga, mahasiswa mampu menjelaskan tentang cerita binatang dan
pelipur lara yang ada di Indonesia.
8.2. Materi
8.2.1.
Penggolongan
Sastra Nusantara
Sastra melayu
klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu (periode)
karena hasil karya sastra melayu klasik itu tidak mencantumkan waktu penciptaan
dan siapa penciptanya. Penggolongan yang biasa, berdasarkan bentuk, berdasarkan
isi cerita, dan berdasarkan pengaruh asing (Djamaris, 1993 : 11-19).
1.
Penggolongan
berdasarkan bentuk.
Dalam
penggolongan ini karya sastra melayu klasik digolongkan dalam dua golongan,
yaitu: prosa : yang termasuk prosa lama banyak jumlahnya, prosa melayu klasik
ini umumnya banyak disebut hikayat, karena pada umumnya judul prosa melayu
klasik ini dimulai dengan “hikayat ini..” dan puisi : yang termasuk puisi lama
yaitu mantra, peribahasa, pantun, syair, gurindam, talibun dan lain-lain.
2. Penggolongan
berdasarkan isi.
a. Hasil
sastra berisi undang-undang, yang dimaksud dengan undang-undang disini bukanlah
undang-undang yang dalam bahasa Inggris disebut “law”, melainkan adat kebiasaan
atau adat istiadat, yang dipakai sejak dahulu secara turun-temurun yang disebut
customary law. Adat istiadat itu disajikan dalam bentuk cerita, serta diselangi
dengan pantun petatah-petitih, peribahasa dan sebagainya. Dengan membaca hasil
karya sastra yang berisi undang-undang ini kita dapat mengetahui latar belakang
cara berfiikir dan falsafah hidup masyarakat pada masa dahulu serta
adat-istiadatnya, adat raja-raja, adat yang dilakukan dalam upacara tertentu.
Misalnya undang-undang malaka, undang-undang minangkabau dan lainnya.
b. Hasil
sastra berisi sejarah, diantaranya yaitu hikayat aceh, hikayat raja-raja pasai,
sejarah melayu, hikayat banjar, tambo minangkabau, hikayat patani, hikayat
merong mahawangsa.
c. Hasil sastra berisi petunjuk bagi raja. Hasil
sastra yang berisi petunjuk bagi raja atau pengusaha dalam menjalani
pemerintahan, yaitu tajussalatin dan bustanussalatin. Tajussalatin berarti
mahkota segala raja-raja yang ditulis oleh Bukhari Al-Johari di Aceh pada tahun
1603. Tajussalatin merupakan hasil karya sastra lama yang memberikan pelajaran
tentang kewajiban-kewajiban moral yang harus dilakukan oleh raja-raja, mentri,
hulu balang, bendahara, penulis, pembawa berita, para duta, dan para pejabat
kerajaan lainnya terhadap rakyat dan kepada Allah; demikian juga sebaliknya,
bagai mana seharusnya kewajiban dilaksanakan oleh rakyat kepada tuhan dan
negaranya. Demikian pula Bustanussalatin yang berarti taman segala raja-raja
yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniri.
3.
Penggolongan berdasarkan
pengaruh asing.
Terdapat
beberapa penggolongan, diantaranya:
a. Sastra
melayu asli
Sastra melayu asli atau secara
tradisional ialah suatu golongan cerita yang hidup dan berkembang secara turun
temurun, dan satu generasi kepada generasi berikutnya, istilah lain yang biasa biasa digunakan untuk menyebut golongan
karya sastra ini ialah cerita rakyat. Disebut cerita rakyat atau folklor karena
cerita ini hidup dikalangan rakyat. Cerita rakyat itu biasanya disampaikan
secara lisan oleh orang yang hafal ceritanya.
Secara tradisional certa rakyat ini juga
merupakan objek penelitian folklor, tujuan peneliti meneliti cerita rakyat
adalah untuk mengetahui kebudayaan suatu bangsa sebelum adanya pengaruh asing,
seperti kepercayaan, pandangan hidup, adat istiadat, dan cara berfikir
masyarakat tersebut. Seperti mantra, peribahasa, pantun, teka-teki, cerita
binatang, cerita asal-usul, cerita jenaka dan cerita pelipur lara.
b. Sastra
pengaruh hindu.
Pengaruh Hindu merupakan pengaruh asing
petama dan lama di Nusantara ini. Bukti tertulis berupa piagam dapat ditemukan
sekitar abad kelima, diantaranya piagam raja Mulawarman di Kutai, Kalimantan
Timur; dan piagam raja Purnawarman. Di Jawa Barat, sebagai bukti sudah
berakarnya pengaruh Hindu di Nusantara. Hasil sastra Hindu yang terkenal,
seperti Ramayana, Mahabrata, dan Pancatantra, yang dalam sastra melayu dikenal
dengan judul Hikayat Sri Rama, Hikayat Pandawa Lima.
8.2.2.
Cerita
Binatang
Cerita binatang
termasuk salah satu cerita yang digemari oleh rakyat. Yang dimaksud cerita
binatang disini bukanlah cerita binatang dalam pengertian animal tale atau animal
folktale, tetapi cerita binatang dalam artian fable.
Animal folktale dapat dibedakan
dalam tiga tipe (Djamaris, 1993 : 39-47):
a.
Etiological tale.
Etiological tale
adalah cerita tentang asal-usul terjadinya binatang, berdasarkan kepada bentuk
atau rupanya sekarang ini. Misalnya apa sebabnya harimau mempunyai bulu belang
atau loreng.
b.
Fable.
Fable adalah cerita bintang
yang mengandung pesan moral. Binatang diceritakan mempunyai akal, tingkah laku,
dan juga bicara seperti manusia. Misalnya cerita kancil.
c.
Beast epic.
Beast epic merupakan
siklus cerita binatang dengan seekor pelaku utamanya. Misalnya di Indonesia
terkenal kisah kancil, di Eropa cerita tentang rubah, di Kamboja terkenal
cerita tentang kelinci, dan di Jawa Barat terkenal cerita tentang kera.
Di Indonesia cerita
kancil dapat digolongkan dalam tipe fable dan beast epic, karena dalam cerita
itu terkandung moral, sedangkan pelaku utamanya tetap sang kancil itu.
Cerita binatang itu
dapat dikatakan suatau cerita yang bersifat universal. Dalam cerita itu
binatang dilengkapi dengan perasaan dan akal seperti manusia. Hal ini tak lain
ditujukan sebagai suatu cerita yang memberikan sindiran atau kiasan terhadap
prilaku manusia itu sendiri.
Dalam cerita binatang
pengarang tidak perlu khawatir terhadap perasaan orang lain yang merasa
tersinggung terhadap kebodohan dan kepandiran pelaku yang diceritakan, karna
yang diceritakan itu adalah sifat-sifat binatang itu sendiri., walaupun cerita
itu dimaksudkan sebagai sindiran untuk memberi pendidikan kepada orang yang
berlaku bodoh.
8.2.3.
Cerita
pelipur lara
Kesusatraan lama ada salah
satu jenis sastra yang disebut dengan istilah cerita pelipur lara (Djamaris,
1993 : 54). Dalam cerita pelipur lara ini biasanya yang diceritakan ialah
hal-hal yang indah-indah dengan tujuan menghibur pendengarnya. Biasanya cerita
itu disampaikan dari mulut ke mulut, dihafalkan oleh tukang ceritanya atau oleh
pawang. Ciri utama dari cerita ini adalah karya dengan fantasi, khayalan yang
jauh tinggi melambung, sehingga apabila dibandingkan dengan masa sekarang
nyatalah bahwa logikanya sedikit sekali. Akan tetapi cerita ini amat berharga
karena hal ini merupakan satu gambaran umum tentang pemikiran, perasaan dan
angan-angan sebagian penduduk zaman masa lampau, dan sesuatu yang tidak dapat
dipelajari dari ilmu purbakala, dari sejarah-sejarah istana, ataupun dokumen-dokumen
lainnya. Yang dipentingkan dalam cerita ialah lukisan-lukisan istana yang
megah, putra raja yang gagah dengan pakaian yang bagus, dengan putri raja yang
cantik yang tiada bandingannya pada masa itu, peperangan yang dahsyat senjata
yang keramat, dan sebagainya.
Misalnya cerita pelipur
lara ini sperti kisah Cinderella, Putri duyung, kisah tujuh bidadari, dan masih
banyak lagi.
Catatan
:
Untuk mengetahui
beberapa contoh ceita binatang dan cerita pelipur lara, lihat lampiran pada bab
ini.
8.3
Ringkasan
Penggolongan
sastra nusantara dapat dibagi atas tiga yaitu penggolongan berdasarkan bentuk :
prosa dan puisi, berdasarkan isi : undang-undang, sejarah, dan petunjuk bagi
raja, berdasarkan pengaruh asing : sastra melayu asli dan sastra pengaruh Hindu.
Cerita binatang
dibedakan tiga tipe yaitu etiological
tale (asal usul binatang), fable (cerita binatang yang mengandung
pesan moral) dan beast epic (siklus
cerita binatan degan seekor pelaku utamanya).
Cerita pelipur
lara merupakan cerita yang indah-indah dengan tujuan menghibur pendengarnya.
Biasanya berisi cerita istana yang megah, pengeran yang gagah berani, dan putri
yang cantik jelita. Misalnya kisah cinderella, putri duyung, kisah tujuh
bidadari, dan lain-lain.
8.4
Evaluasi
1. Kumpulkan
tentang cerita binatang dan pelipur lara yang berkembang di daerah Minangkabau
kemudian analisis untuk menentukan bentuk dan jenisnya.
2. Lihat
pengaruh asing dalam folklor Minangkabau.
8.5 Bacaan Anjuran
Untuk menambah wawasan anda tentang
materi bab ini, sebaiknya baca materi pada buku :
Bab
1-2 , halaman 11-62 :
Djamaris,
Edwar. 1993. Menggali Khazanah SASTRA
MELAYU KLASIK (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Balai Pustaka.
Bab
1, halaman 1-59
Fang,
Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
8.6
Daftar
Rujukan
Amir,
Adriyetti. Zuriati dan Khairil Anwar. 2006. Pemetaan
Sastra Lisan Minangkabau. Padang : Andalas University Press.
Amir,
Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta
: Andi Yogyakarta.
Danandjaya,
James. 1991. Folklor Indonesia : Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta ; Pustaka Utama Grafiti.
Djamaris,
Edwar. 1993. Menggali Khazanah SASTRA
MELAYU KLASIK (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Balai Pustaka.
Fang,
Liaw Yock. 2011. Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Hutomo,
Suripan Sadi. 1991. MUTIARA YANG
TERLUPAKAN : Pengantar Studi Sastra Lisan. Jawa Timur : Penerbit HISKI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar