Rabu, 24 Februari 2016
Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa
1. Pemerolehan Bahasa.
Kata pemerolehan merupakan kata baru dalam bahasa Indonesia. Kata pemerolehan tidak sama dengan perolehan. Kata pemerolehan mengacu kepada proses, sedangkan kata perolehan mengacu kepada hasil. Jika dipadankan kata pemerolehan ini identik dengan kata bahasa Inggris acquisition. Oleh sebab itu, frase pemerolehan bahasa merupakan bentuk turunan dari language acquisition.
Topik tentang pemerolehan bahasa bukan merupakan topik yang menarik sebelum berkembangnya ilmu yang disebut Psikolinguistik pada abad ke-XX. Jadi, konsep tentang pemerolehan bahasa relative jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan pembelajaran bahasa.
Ada dua teori tentang pemerolehan bahasa yaitu:
a. Teori aliran Behaviorisme
Menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak-anak itu melalui penambahan sedikit demi sedikit. Jadi, seolah-olah pemerolahan bahasa itu bersifat linear atau garis lurus. Makin hari makin bertambah juga sampai akhirnya lengkap seperti bahasa orang dewasa.
b. Teori aliran Rasionalisme
Dinyatakan bahwa perkembangan bahasa anak itu mengikuti suatu pola perkembangan tertentu. Setiap pola perkembangan bahasa itu mempunyai tata bahasa sendiri-sendiri pula, yang mungkin saja tidak sama dengan tata bahasa orang dewasa (tata bahasa yang sebenarnya).
Pada setiap pola perkembangan bahasa berikutnya, tata bahasa yang tidak benar itu secara berangsur diperbaikinya menuju tata bahasa yang benar. Sebagai contoh bahwa tata bahasa anak itu berbeda dengan tata bahasa orang dewasa, sebagaimana penelitian Braine, seperti yang dikutip oleh David Ingram (1989) yaitu:
Child : “want other one spoon, Daddy.”
Father : “you mean, you want THE OTHER SPOON.”
Child : “yes, I want other the spoon, please, Daddy.”
Father : “can you say “the oder spoon”?
Child : “other… other.. spoon”
Father : “say... “other.”
Child : “other.”
Father : “spoon.”
Child : “spoon.”
Father : “other… spoon.”
Child : “other… spoon. Now give me the other one spoon.”
Untuk melacak proses pemerolehan bahasa, dalam bab ini dideskripsikan pola-pola atau tingkat-tingkat perkembangan bahasa anak itu, yang biasa disebut dengan tingkat pemerolehan bahasa. Tingkat pemerolehan bahasa ini merupakan gabungan dari pendapat Mangantar Simanjuntak dan Soenjono Dardjowidjojo, seperti dibawah ini:
1. Tingkat Membabel (0;0-1;0)
Istilah tingkat membabel ini berasal dari bahasa inggris babbling. Ada yang menerjemahkan dengan menggagah, dan ada pula menyebutkan dengan berleter. Pada prinsipnya masa membabel dibagi atas dua, yakni (a) cooing atau mendekut dan kedua, babbling atau membabel.
Masa mendekut yang berlangsung dari umur 0;0 sampai dengan umur 0;6, anak membunyikan bunyi-buyi bahasa sedunia. Bunyi bahasa apa pun di seluruh dunia dibunyikan oleh bayi yang berumur kurang dari enam bulan ini. Tetapi pada akhirnya, oleh karena anak tidak mendengar bunyi-bunyi bahasa selain dari bahasa ibunya sendiri, maka ia pun hanya akan membunyikan bahasa ibunya saja. Masa kedua yang disebut masa membabel itu, ialah pada usia 0:6 sampai dengan 1:0 pada saat ini anak mengarah untuk mengucapkan pola suku kata KV (konsonan dan vokal). Suatau hal yang menarik dari masa membabel (cooing dan babbling) ini ialah bahwa anak yang pekak pun ternyata ikut membunyikan bunyi-bunyi bahasa seluruh dunia itu, dan ikut juga mengucapkan pola suku kata KV tersebut. Namun, setelah masuk pada tahap berikutnya pada usia 1:0, maka anak pekak itu secara berangsur-angsur akan berhenti bersuara.
2. Masa Holofrase (1;0 - 2:0)
Masa holofrase yang berlangsung antara umur 1;0 sampai dengan 2;0. Pada masa ini, anak-anak mengucapkan satu kat dengan maksud sebenarnya menyampaikan sebuah kalimat. Kalau seorang anak menyebutkan [cucu ] misalnya yang berarti susu, maka maksud anak tersebut mungkin untuk menyampaikan sebuah kalimat “saya ingin minum susu”. Atau mungkin juga kalimat lain (tergantung pada konteks). Perlu juga dicatat di sini, walaupun dikatakan bahwa masa holofrase anak mengucapkan sebuah kata, namun tidaklah berarti bahwa kata-kata yang diucapkan oleh anak itu sudah lengkap.
Mungkin saja kata-kata anak itu tidak lengkap seperti ucapan orang dewasa. Bambang Kaswanti Purwo menyebutkan bahwa dapat saja terjadi dalam membabel itu anak mengucapkan kata-kata (mirip kata-kata yang tidak mempunya makna. Misalnya, anak -anak mengucapkan kata kongkong yang artinya kodok. Kata kongkong ini jelas tidak ada (mungkin dalam bahasa mana pun), namun anak mencoba menggunakan anamatophea atau kata tiruan bunyi karena kodok mengeluarkan bunyi kongkong dalam pendapatnya.
3. Masa Ucapan Dua kata (2;0 – 2;6)
Pada masa ini anak sudah mulai mengucapkan dua buah kata. Pada awalnya ucapan dengan dua buah kata ini mungkin saja gabungan dari dua buah holofrase seperti [ma] dan [cucu] yang berarti “mama sedang membuatkan susu buat saya”. Akhirnya barulah mengucapkan dua buah kata yang sebenarnya seperti [judi] untuk “itu, baju kepunyaan adik.”
4. Masa Permulaan Tata Bahasa (2;6 – 3;0)
Pada Masa Permulaan Tata Bahasa anak mulai menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang lebih rumit, seperti penggunaan afiksasi. Kalimat-kalimat yang diucapkan pada umumnya adalah kalimat-kalimat yang hanya berisi kata inti saja dan tidak terdapat kata tugas. Jadi, kalimat kalimat yang mirip dengan kalimat telegram, dan oleh karena itu bisa juga dinamakan telegraphic sentence (kalimat telegram). Misalnya kalimat [pa i ntue] yang berarti “papa pergi ke kantor”. Kata tugas ketidak diucapkan oleh anak. Begitu juga kalau ada kata-kata tugas yang lain umumnya dihilangkan, seperti halnya orang dewasa membuat kalimat dalam telegram.
5. Masa Menjelang Tata Bahasa Dewasa (3;0 – 4;0)
Pada masa ini sudah mampu menghasilkan kalimat-kalimat yang rumit. Rumit dalam pengertian telah menggunakan afiks secara lengkap dan juga mempunyai subjek, predikat dan objek bahkan keterangan (kalau diperlukan).
6. Masa Kecakapan Penuh (4;0 – 5;0)
Pada masa ini anak-anak yang normal telah mempunyai kemampuan berbicarara sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa ibunya. Ia telah mempunya kemampuan untuk memahami (refresif) dan melahirkan (ekspresif) apa-apa yang disampaikan orang lainkepadanya, atau apa-apa yang ingin disampaikannya kepada orang lain dengan baik.
Masa holofrase itu antara umur 1;0 – 2;0 misalnya, tidaklah berarti bahwa seluruh bayi akan persis berada pada masa holofrase pada usia demikian itu. Usia yang dicantum disini merupakan usia rata-rata saja. Lebih cepat atau lebih lambat kira-kira dalam waktu enam bulan masih dapat dianggap normal.
C. Perbedaan antara Pembelajaran Bahasa dan Pemerolehan Bahasa
Perbedaan antara pembelajaran bahasa dan pemerolehan bahasa dirumuskan ada enam yaitu:
1. Pemelajaran bahasa merupakan proses artificial atau proses yang dibuat, sebaliknya pemerolehan bahasa merupakan proses alamiah. Proses artifisial dalam pembelajaran bahsa dapat dilihat dari adanya (a) institusi atau lembaga, misalnya lembaga kependidikan, (b) kurikulum, (c) materi pembeljaran, (d) guru/pengajar, (e) siswa/pembelajar, (f) unsur saran serta prasarana pembelajaran. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang alamiah, tidak ada lembaga formal, kurikulum, guru,siswa, dan sebgainya.
2. Sebagai proses artificial, maka pembelajaran bahasa berlangsung dalam latar yang bersifat formal dan mungkin nonformal.sebaliknya, sebagai proses alamiah, pemerolehan bahasa berlangsung dalam latarinformal, misalnya dalam linkungan keluarga.
3. Pembelajaran bahasa merupakan proses atau usaha yang disadari. Sedangkan pemerolehan bahasa merupakan proses atau usaha yang tidak disadari. Sebagai proses atau usaha yang disadari, dalam pembelajaran bahasa dilaksanakan proses pembelajaran, misalnya dalam ruangan kelas. Sebaliknya, pemerolehan bahasa merupakan proses yang tidak disadari, tidak memerlukan kelas, tidak memerlukan rumusan tujuan, serta berlangsung apa adanya.
4. Pembelajaran bahasa dilaksanakan dalam tata urut yang sistematis, sedangkan tata urut dalam pemerolehan bahasa bersifat universal. Dalam pembelajaran bahasa, tidak terdapat tata urut yang seragam, tergantung pada kebijakan institusional. Di pihak lain, pemerolehan bahasa berlangsung secara seragam, misalnya diawali dengan pemerolehan kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Urut-urutan ini tidak mungkin diubah. Pemerolehan suatau keterampilan bersifat gradual; menyimak – berbicara, membaca, menulis.
5. Pembelajaran bahasa dikaitkan dengan usaha sadar menguasai bahasa kedua atau bahasa asing, sedangkan pemerolehan bahasa dikaitkan dengan usaha yang tidak disadari untuk menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu. Seorang anak yang hidup dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat minang kabau dan kebetulan komunikasi dalam keluarga anak itu menggunakan bahasa minang kabau, sevara tidak sadar akan menguasai bahasa minang kabau, baik bahasa itu merupakan bahasa ibu maupun bukan bahsa ibu si anak tadi. Sebaiknya untuk menguasai bahasa inggris, misalnya, anak tadi harus melibatkan diri dalam pembelajaran bahasa inggris, baik melalui lembaga pendidikan formal maupun nonformal.
6. Penguasaan bahasa yang disebabkan oleh pembelajaran bahasa bersifat gramatis, sedangkan penguasaan bahasa yang disebabkan oleh pemerolehan bahasa bersifat tak-gramatis. Melalui pembeljaran bahasa inggris, misalnya, anak akan berusaha memahami dan menggunakan tata bahasa inggris tersebut, misalnya berkaitan dengan tenses perubahan verb, penggunaan pronomina dan sebagainya. Sebaliknya seorang anak yang menguasai bahasa minangkabau cenderung tidak mengetahui, misalnya bagaimana aturan sintaksis bahasa minang kabau, bagaimana proses morfologis bahasa minangkabau, dan sebagainya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar